Friday 28 March 2014

My Most Unforgettable Journey : Pendakian yang Berujung di Rumah Sakit

Kemeriahan  event SB2014 yang baru dihelat awal bulan maret ini, gegap gempitanya masih terasa hingga sekarang, meskipun saya belum bisa ikut merasakan kemeriahannya secara langsung, hiks. Kegiatan atau aktivitas memorable akan terus dikenang, seperti SB2014, perjalanan menyenangkan, menyedihkan, mengecewakan ataupun sebuah petualangan yang mengagumkan pasti akan terus tersimpan rapi di memori HP. Unforgettable journey tidaklah harus yang menyenangkan, seperti cerita saya di Bali saat tahun 2012 dan 2013, atau berkunjung ke Jogja dan berbagai tempat lainnya, semuanya membuat saya happy dan berakhir happy ending. Tapi ada satu petualangan yang tidak mudah saya lupakan, karena berujung di tempat yang tak terkira, di rumah sakit. Nah gimana ceritanya? Yuks, duduk manis dan siapin kripik singkongnya. :)

Tim yang baru kenalan
Perjalanan ini termasuk yang paling nekat, paling serampangan, paling aneh ajaib, paling seru dan paling tak terlupakan tentunya.  Ceritanya sekitar bulan oktober tahun lalu, saya dan teman-teman berangkat dengan modal nekat ke Gunung Semeru, target kami sih nggak sampai puncak, Cuma sampai Ranukumbolo ajah, nggak lebih. Kami berangkat jumat malam sekitar pukul 22.00 WIB. Oiya, curcol dikit nih, sebenarnya selain perjalanan yang unforgettable, ini juga pertama kalinya saya ngotot pake banget buat pergi luar angkasa kota, naik gunung cyynn, siapa yang nggak pengen merasakan sensasi film 5cm naik gunung? Biasanya sih kalau nggak dibolehin yaa manggut-manggut aja dan langsung sms teman buat batalin. Maklum saya anak cantik cewe jadinya ya orang tua agak ketar ketir gimana gitu, apalagi si Ayah yang mukanya cemberut terus dari sore hari sebelum saya berangkat ditambah lagi hari minggunya ada acara wisuda kakak saya. Tapi saya sengaja ijin tidak ikut menghadiri wisuda karena ingin banget ‘naik gunung’. Sedih sih kalau inget, nanti wisuda ku datang ya mas *Tugas Akhir aja belom kelaarr, huaaa.

Baiklah kembali ke awal cerita :p Akhirnya kami pun berangkat ber 13 orang dengan naik 6-7 motor, untuk sampai ke Ranukumbolo kami harus mencapai pos terakhir yang bisa dilalui kendaraan yaitu di Ranupane, dalam waktu normal seharusnya kami bisa mencapai Ranupane sekitar 5-6 jam, kalau normal. Udah sok2an gitu dalam pikiran ahh sampai Ranupane bisa jam 3-4an nih, bisa tidur dulu dong, aseek. Okelah itu ternyata hanya sekedar mimpi indah belaka, karena pada kenyataannya kami harus mengandalkan insting dari tim leader mas-siapa-ya-namanya-lupa :D hahaha. Jalan dari Sidoarjo – Malang sih teman-teman sudah menguasai, tapi dari Malang – Ranupane nya yang nggak tau -_-. 

Istirahat sebentar di SPBU
Kami sengaja tidak mengambil jalur Sidoarjo – Lumajang karena kabarnya sedang ditutup akibat perbaikan jalan, Sesampainya di Malang, beberapa kali kami berhenti untuk istirahat dan tanya arah ke penduduk, di tengah perjalanan kami sempat menolong seorang Bapak yang tergeletak di tepian jalan, sepertinya beliau habis diserempet truk, dari tampilannya seperti polisi. Kami hanya bisa menolong semampunya, karena kami juga tersesat saat itu, syukurlah kondisi beliau tidak parah, hanya luka-luka di sekitar rahang dan wajahnya, namun agaknya sedikit shock. Setelah beliau sudah sedikit baikan dan memutuskan untuk pulang saja naik motornya, ya sudah kami tidak bisa berbuat apa-apa, selain mendoakan semoga selamat sampai rumah, ehtapi di setiap kejadian pasti ada hikmahnya ceileeh, hikmahnya adalah kami yang tersesat jadi tau jalan yang benar, haha beneran kita salah jalan kejauhan akhirnya kita putar balik berkat info dari pak polisi tadi. Sudah tengah malam, jalanan sudah sangat sepi hanya hembusan angin yang lalu lalang di jalan, jalan semakin sempit, tanjakan dan turunan semakin curam, penerangan semakin sedikit, kanan hutan, kiri jurang dan sepertinya tinggal rombongan kami yang melintas. Tak terasa motor yang saya naiki sedikit oleng, ternyata oh ternyata bannya bocor, bagus ditengah hutan. Dan kami tidak sadar kalau kami tinggal 3 motor, tinggal 5 orang aja, lhah ini yang lain pada kemana? Karena tanjakan sangat miring, masing-masing kami hanya konsentrasi untuk naik tanjakan-tanjakan itu tanpa memperhatikan rombongan. Ya sudah mungkin mereka sudah duluan di depan, karena ban bocor dan satu motor lagi ngambek, akhirnya saya dan mas pras(teman-baru-kenalan) yang merupakan boncenger turun dan jalan kaki, biar mereka keatas dulu nyari bantuan, katanya sih nanti nyusulin saya sama mas pras, katanya. Hampir sekitar 30 menit saya dan mas pras jalan kaki,  nggak ada yang jemputin kita, mana air ada di ransel yang kebawa mereka ke atas, ngeri ih kalau inget suasana senyap nan mistis kala itu, dramanya bisa dibaca disini
RANUPANE. pict from : http://rizalchristian.blogspot.com
Setelah drama penjemputan dan pertemuan dengan rombongan *terharu, kami memutuskan untuk bermalam di Desa Ngadisari, di hotel? Enak kali yaa, kami dipersilakan sama pak-lagi2-tidak-tau-siapa-namanya untuk tidur di pos siskamling desa, syukurlah kami tidak jadi tidur keleleran bernaung langit, beralaskan bumi. Itu masih belum sampai Ranupane, masih sekitar 10km-an lagi, byuh.
Setelah bermalam di pos kamling
Keesokan paginya, kami segera bergegas untuk menuju Ranupane, Ranupane adalah desa terakhir sebelum melakukan pendakian. Sekitar jam 10.00 WIB kami tiba di Desa Ranupane dan segera daftar serta menyerahkan persyaratan pendakian, tiketnya Rp 15.000 dan menyerahkan surat sehat. Sebelum pendakian kami sempatkan sarapan dulu di warung-warung yang berjajar rapi di sekitar pos pendaftaran Ranupane. 

Baiklah pendakian dimulai, jarak Ranupane ke Ranukumbolo sekitar 10-12km, dalam perjalanan kita akan menemui 3 pos peristirahatan, masing-masing pos menyediakan medan dan jalur yang memacu adrenalin, namun memiliki pemandangan yang luar biasa menakjubkan. 

jalur menuju pos 1,
Dari start Ranupane ke pos 1, memakan waktu sekitar 1 jam(waktu normal) ini yang sedikit berat(bagi saya) hihi,  medannya menanjak terus tapi jalan sudah berpaving,  disini mulailah kebohongan-kebohongan dari pendaki lain yang berpapasan dengan kami, sudah dekat mbak, 2 km lagi sampai mbak, kurang 3 belokan lagi mbak udah pos 2 preett, nyatanya masih beberapa kilometer lagi, sesampai di pos 1, kaki saya langsung kram bhihik. Pos 1 – pos 2, jalurnya lempeng-lempeng aja, hanya sekitar 30 menit sudah sampai. Pos 2 – pos 3, pemandangannya sangat oke disini, hamparan pinus dan hijaunya pepohonan lain bikin mata seger euy.  
pict from: http://rizalchristian.blogspot.com

Pos 3 – Ranukumbolo adalah jalur paling sulit, jalurnya berpasir, kemiringan tanjakan hampir 45derajat, gilak, kami harus antri untuk lewat jalur ini karena banyak yang kepayahan dan berhenti di tengah jalur, sempat berpikir buat balik ke Ranupane dan nyerah pulang aja. Tapi life must go on, mencoba merubah mindset kalau jalan itu datar-datar aja, mindset hanya sekedar mindset, nyatanya tetap miring hampir lurus tegak. Broooh, dengkul broo. Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, setelah tanjakan cinta putus asa tersebut, jalannya lebih datar, tinggal belok-belok aja. 
Hari semakin sore, kabut mulai turun, udara semakin dingin syukurlah kami semua sampai dengan selamat di Ranukumbolo, aaaaaaaak *terharu lagi. Kami segera mendirikan tenda dan menyiapkan alat masak, suhu udara malam hari di Ranukumbolo hampir 0 dercel.

Setelah santap malam, saya tidak berani keluar tenda dan memilih tidur di tenda. Padahal bintang diluar pasti sangat indah, tapi saya tidak kuat sama dinginnya malam, apalagi persiapan saya kurang, nggak bawa slepping bag, jaket kurang tebal, lengkap sudah. Suara angin pegunungan begitu mengerikan, udara begitu dingin menusuk tulang, nggak bisa tidur, tapi harus tidur karena besok masih harus turun gunung, seisi tenda udah bau balsem dan badan sudah penuh koyo cabe :D. Mentari pagi di Ranukumbolo, aaah paradise? Right, mentari tersingkap dari balik bukit, pepohonan pinus membantang disekitar Ranukumbolo dan udara yang segar ini tak akan saya rasakan di Sidoarjo dan Surabaya. 

sarapan dulu
narsis dulu
Kami segera membereskan tenda dan sarapan pagi, tidak lupa narsis dulu, hihi. Ada salah satu dari kami yang sempat berceletuk, aduh sik jalan lagi, naik motor lagi, kalau langsung sampai rumah enak yoo, *seakan ucapan ini di dengar :’(. Setelah beberes, kami berdoa dulu dan membawa serta sampah segambreng kami turun, setiap rombongan wajib membawa turun sampah dan melaporkannya ke petugas, kalau tidak bawa akan di denda. Turun memang lebih enak dari mendaki yaa, kami hanya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam, berbeda dengan pendakian yang membutuhkan waktu hampir 5-6 jam. Kaki rasanya mau patah, sayangnya tak ada yang jual kaki, pengen beli sepasang terus diganti gitu sih. Minggu pukul 12 siang kami bertolak turun gunung, dalam perjalanan kami masih berhaha hihi, karena ada yang mengusulkan untuk lewat Bromo saja, karena katanya lebih cepat, sekali lagi katanya!.. oke fine, kami lewat Bromo, alhasil waktu habis untuk melewati gurun pasir ini, sebagian dari kami kesulitan dan harus bersusah payah melewatkan motornya dari gurun pasir. Bisa dibilang tenaga kami habis disini. Sekitar pukul 3-4 sore kami berhasil lolos dari jeratan gurun pasir, target kami yang sampai di Sidoarjo sore hari pun hanya mimpi belaka. Beberapa kali kami istirahat di SPBU untuk meregangkan otot dan tubuh yang sudah kecapekan, jam setengah 6 sore kami masih sampai di Probolinggo dan disini tragedy terjadi. 

sahabat saya, Alhamdulillah sekarang sudah membaik, sudah kembali kerja dan naik motor lagi :)
Mungkin karena kami sudah bernafsu untuk segera melihat rumah, teman saya Danu, yang membonceng saya, memacu motornya sampai melebihi kecepatan batas maksimum. Dan “BRAAAAK” motor kami menabrak jembatan batu, sumpah saya masih merinding nulis ini, motor terpental entah kemana, saya sadar kepala saya menggores tepian jembatan sampai helm lepas. Langsung nangis, teman-teman berhenti dan menolong kami, Danu juga terpental dan tempurung lututnya pecah. Beruntungnya kami tidak masuk ke sungai, warga berduyun-duyun menolong kami, mencarikan mobil untuk membawa kami ke Rumah Sakit terdekat, saat di rumah sakit saya hanya bisa menangis dan berdoa semoga kami tidak apa-apa, terutama teman saya yang lebih parah. 7 jahitan mendarat di lutut saya, teman saya harus rontgen dulu dan benar saja tempurung lututnya pecah :’(. Hiks, Ya Tuhan. 

Keturutan kan pulang langsung sampai di Sidoarjo nggak bawa motor? Tapi naik mobil ambulance, Naudzubillah, mohon dijaga omongannya dimanapun berada yaa kawan. Benar – benar perjalanan yang tidak terlupakan dan menakjubkan, saya jadi harus lebih mawas diri, nggak menggebu-gebu, nggak egois dengan kemauan, saat itu pasti saya lagi lupa sama Gusti Allah padahal lupanya hanya beberapa detik, tapi akibatnya ... :( saat itu pasti saya lagi sombong karena sudah bisa naik gunung dan ingin pamer ke orang tua, saat itu, saat itu dan saat itu. Seandainya saya tidak ikut, seandainya kami tidak lewat jalan itu, seandainya kami lebih hati-hati, seandainya, seandainya. Tapi apa daya beras sudah jadi nasi.



Penyesalan terus bergulir di hati saya dalam perjalanan pulang di ambulance, naik gunung bukan hal mudah, jangan cuma mau gaya-gayaan doang, perlu persiapan sangat matang dan sangat siap, tidak hanya perlengkapan mendaki saja, tetapi juga perlengkapan berkendara, kalau naik motor seperti pelingdung lutut dan siku, kalau mobil ya disiapkan mobilnya, terutama rem kampas rem. Fisik dan mental juga harus siap lahir batin, jangan gegara nonton film 5cm terus dipikirnya gampang gitu? Pliiis ini gunung, bukan mall. Jangan haha hehe sembarangan, Tuhan Maha Mendengar, ucapan kita juga adalah doa, jadi berucaplah yang baik. Bersikap santun dengan alam sama saja santun dengan diri kita sendiri, santun dengan sesama dan santun dengan Tuhan. Alhamdulillah bisa melewati masa-masa 'sakit'nya. Semoga teman-teman pemula yang ingin juga naik gunung bisa mempersiapkan diri, mental dan materiil lebih siap lagi. Sungguh perjalanan yang menakjubkan, saya akan terus mengingat ini sampai kapanpun, untuk pembelajaran dan tempat terbaik yang pernah saya kunjungi, tidak menutup kemungkinan saya akan mendakinya lagi tetapi dengan persiapan lebih matang dong yaa, nggak grusa grusu... eh sama kamu juga pengennya :p \o/

Remember !! take nothing but picture, leave nothing but footprint and kill nothing but time

Btw, fyi nih mulai 1 mei 2014, tariff tiket masuk ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) naik sekitar Rp 37.500 untuk wisatawan domestic dan sekitar Rp. 260.000-an untuk warga asing.

Wulan Novitasari, Sidoarjo, bentar lagi libur aseeeek…


22 comments:

  1. Aih... iri bin dengki nih saya *yang positif lho* :) Andai saya punya kesempatan seperti itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, iya nih mak pengen ke ranukumbolo lagi, tapi dg persiapan yg lebih matang plus naik angkutan aja deh *trauma :D

      Delete
  2. Pemandangannya indah sekali mbak.Mupeeeng....

    ReplyDelete
  3. Bagus bangeeeeet pemandangannya. Ada tukang gendongnya nggak nih? Buat gendong aku maksudnya heheheeh

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe,,, adanya tukang gendong ransel doang mak :)

      Delete
  4. pemandangannya indah bangetttt!
    saya suka :)

    tapi perjalanannya.. saya tidak suka... udah kebayang capeknya dulu...khawatir dengkul joget alias keder duluan :)
    tapi salut sama teman teman yang bisa mendaki gunung... sungguh tidak mudah :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, biasanya kalo yg diawal sulit endingnya seneng kok mbak hihi...... terbayar sm pemandangannya yg super duper wow :)

      Delete
  5. meskipun pendakiannya bikin putus asa tapiiii lihat pemandangannya yang cantik banget, rasanya pasti plooooong :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. bangeeeet mbak sari... langsung ploong, capeknya ilang gitu :D

      Delete
  6. Ini buat pengalaman ya, Nov. Lain kali kalau mau mendaki lagi, siap SB. Apalagi kalau gak tahan dingin kek kamu.

    Saya juga pernah mau pingsan pas mendaki di Gunung Prau.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wekekeke,,, siaaap mbak idah, lain kali insyaallah bawa perlengkapan ndaki lebih luengkap lg... tapi aku nggak smpe pingsan kok mbak :D eh btw kita kayaknya seumuran deh mbak *kayaknyaa :p

      Delete
  7. iri dengki mupeng jadi satu mak, pengeeeennn banget nyampe Ranu Kumbolo ..ribet ga sih bawa anak2? Ga mungkin kan anakku ku tinggal??? :(
    btw Sidoarjo mana?aku jugaaaa ... yuk kopdar ;)
    makasih ya mak, sudah terdaftar sebagai peserta :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo bawa anak, menurutku tunggu smpai minimal SMP mak, kalau masih SD/TK kasihan Nadia,, hehe. diajak latihan trekking dlu aja mbak, yg deket2 mmm, seperti ke Bromo dulu aja sambil pengenalan gunung :-)
      Aku sidoarjo, Ds. Suko mbak.. ayuuuk,, klo ada kopdaran info yah mbak ^^

      Delete
  8. Iya bener mak.. Naik gunung memang harus dipersiapkan.. Saya punya pengalaman soalnya, udah olahraga dari beberapa bulan sebelumnya untuk persiapan fisik, beli ini-itu untuk persiapan logistik dan keamanan, tapi ternyata masih juga adaptasi saat di gunungnya. menggigil, hehe *tos!

    Btw, pemandangannya kereen. Indah sekali... Mudah2an nanti punya kesempatan ke sana Ranukumbolo juga. aamiin.. ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe suhunya emang ekstrim, tp itu sih yg dikangenin :D
      Amiiiin smoga kesampaian disana mak, ajak2 yah, biar barengan :)

      Delete
  9. Hayoookk...kunjungan berikutnya jgn cuma sampe Ranu Kumbolo aja, musti nyampe puncak Mahameru, kurang dikiiit koq hihihii... Daku udah nyampe sana dua kali loh :) Nggak berat koq, gak kayak yg ditunjukin di 5cm itu. Itu mah terlalu berlebihan :)

    Terima kasih sudah meramaikan GA Unforgettable Journey. Good luck :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihi iyah mak.... smoga lain kali bisa smpai puncak... eh tapi tarif masuknya skrg naik jd sekitar 50rebu mak.... 2x mak? mak uniek keren bingiiits..

      mksh udah mampir mak :)

      Delete
  10. Hiks....sayang ya habs seneng lihat pemabdangan keren brrarkhir tragedi

    ReplyDelete

Related Posts

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...