Ini bisa disebut trip yang tidak biasa. Kenapa disebut trip tidak biasa ?
Ya karena trip bulan lalu saya ke Pulau Bali dalam rangka trip semi religi alias ziarah ke wali pitu (tujuh) atau ke tokoh islam yang sudah menyebarkan Islam di Pulau Bali. Lhah Pulau Bali ? Ziarah? Islam? Eitss, tidak boleh SARA ya.
Jika biasanya kita ke Bali liburan bersenang - senang saja dan umumnya kita mengenal Pulau Bali sebagai Pulau yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, namun tidak banyak yang mengira kalau ada beberapa kisah tentang tokoh islam di Bali. Meskipun banyak yang menyebut kalau wisata ziarah wali pitu cuma akal-akalan masyarakat penduduk setempat supaya menarik minat wisatawan domestik, why not ? itu usaha mereka untuk memajukan wisata daerahnya.
Yap ini juga adalah pengalaman pertama kali saya ikut ziarah wali pitu ke Bali dan gimana sensasinya ? yuk simak ^^
Awalnya saya tertarik ikut trip ini karena biayanya yang murah hanya 300ribu. Hehe. Ya sudah saya memutuskan untuk ikut sama Ibu saya, sekaligus menemani beliau yang ingin sekali melihat Bali. Kami pergi dengan rombongan 1 Bis dari Sidoarjo sekitar pukul 9 WIB pagi, karena ini dalam rangka ziarah jadi dalam perjalanan Sidoarjo - Bali mampir dulu ke beberapa makam Ulama. Yang pertama kami singgah di Bangil, yakni Makam Mbah Ratu Ayu yang memiliki nama asli Syarifah Khadijah putri dari Sunan Gunung Jati. Letaknya berada di belakang masjid yang disamping masjid ada beberapa warung makanan. Setelah itu kami singgah di Pasuruan, makam KH. Hamid, untuk mencapai makam ini peziarah harus naik becak motor dulu dengan tariff PP 10ribu/orang. Letaknya tepat di belakang masjid Jami' Al-Anwar, masjid ini sendiri berada di kawasan alun - alun pasuruan. Siapa KH. Hamid? beliau termasuk ulama besar yang berpengaruh dalam penyebaran Islam di Jawa, bukan termasuk wali songo. Beliau adalah orang yang berhati bersih dan memiliki kelembutan hati yang luar biasa, bahkan menurut cerita pencuri yang mencuri di rumahnya beliau biarkan pulang malah esoknya disuruh mampir lagi kalau ada waktu. Beliau juga merupakan orang yang mudah menangis, beliau terkenal memiliki ilmu keislaman yang mendalam. Didalam mendidik atau mengajar, Kiai Hamid mempunyai falsafah yang beranjak dari keyakinan tentang sunnatullah, hukum alam. Ketika ada seorang guru mengadu bahwa banyak murid-muridnya yang nilainya merah beliau memberi nasehat falsafah pohon kelapa
“Bunga Kelapa (manggar) kalau jadi kelapa semua yang tak kuat pohonnya atau buahnya jadi kecil-kecil” katanya menasehati sang guru. “Sudah menjadi sunnatullah,” katanya, bahwa pohon kelapa berbunga (manggar), kena angin rontok, tetapi tetap ada yang berbuah jadi cengkir. Kemudian rontok lagi. Yang tidak rontok jadi degan. Kemudian jadi kelapa. Kadang-kadang sudah jadi kelapa masih dimakan tupai.
Hmm, sampai sekarang saya masih berusaha keras memahami falsafah diatas, namun yang sedikit saya tangkap tidak perlu begitu keras memarahi murid-murid yang dapat nilai merah, cukup memberitau harus belajar lebih giat lagi, karena mereka masih muda masih bisa dididik istilahnya degan masih bisa tumbuh jadi kelapa, wong kelapa aja bisa dimakan tupai (orang hebat masih bisa salah).
Masjid Jami' Al Anwar [Credit] |
Oh ya di masjid ini saya baru sadar kalau kamera yang saya bawa tidak ada memory cardnya. Jeder! ternyata saya lupa masang memory cardnya, sial. Ya sudah akhirnya terpaksa pake BB yang kualitas kamera buruk dan saya harus menghemat batre, yaelah tidak bisa ambil banyak momen. Setelah ziarah di makam KH. Hamid, kami melanjutkan perjalanan menuju Bali.
Kami sampai di Pelabuhan Ketapang sekitar pukul 7 malam WIB, pengalaman pertama naik kapal nih asyiknya :D Katrok ya. Lalu tiba di Gilimanuk sekitar pukul 9 malam WITA. Kemudian kami menyusuri jalan menuju ke buleleng, sampai di buleleng sekitar pukul 11 malam WITA. Nah disini kami akan menginap di kampung islam, awalnya saya pikir akan ada beberapa losmen luas yang bisa dihuni beberapa orang. Eh ternyata disini juga ada makam ulama, namun saya lupa. Lalu dimana menginapnya? Makam tersebut terletak di dalam masjid, dan di sekitar masjid terdapat rumah - rumah penduduk yang cukup padat, dan eng ing eeeng, kami menginap di sebuah gedung tingkat 2 di depan masjid. Setelah menunggu sekitar 5 menit, kami baru sadar kalau yang menginap disitu bukan kami saja, peziarahnya banyak bok. Ok fine mungkin ada secuil ruangan buat orang 1 bis -_-, jreng ternyata tempat sudah penuh. Saya, Ibu saya, tetangga saya dan 2 adik tetangga saya, total 5 orang berinisiatif untuk mencari penginapan sendiri di sekitar situ, setelah berunding dengan beberapa warga sekitar yang masih melek disitu, kami mendapat 1 rumah yang bisa kami tempati buat tidur semalam, gapapa deh meskipun numpang di ruang tamu yang penting ada buat tidur! Kami berlima menggelandang di rumah tersebut, sedangkan teman-teman rombongan kami yang lain harus uyel-uyelan di gedung itu. Hihi maapkeun :D Eh gak gratis loh, kami dengan sukarela ngasih tarif sendiri 100ribu untuk 5orang :D Rumah tersebut dihuni oleh seorang nenek penjual kue Apem khas Bali dan putrinya, jadi rumahnya cukup longgar meskipun ada kami 4 Ibu-ibu sedikit makmur (baca:berisi) dan 1 cewe mungil (baca:mungkin tengil), usia beliau sekitar 70tahun tapi beliau masih sehat. Gini nih kalau kamera gak bisa dipake -_- gak bisa ambil momen berharga :( padahal pengen punya foto bareng nenekku pahlawanku.
haduuuh ini jalan2 terus... enak niiiihhh :D
ReplyDeletedua kali ke Bali, masih belum tahu nih :|
hihi mumpung masih muda mak, nyobain segala macem trip yg murah *eh :D
Delete