Siapa yang berani tinggal sendiri di pulau terpencil di wilayah terluar Indonesia ? Tak ada teman bicara, teman hidup, teman tersenyum ? Yah itu hanya perumpamaan. Kesendirian mungkin bagi sebagian orang merupakan momok atau malah menjadi hal yang wajar saja. Menjadi sendiri bukan lah sebuah pilihan, itu hanyalah sebuah latihan untuk beradaptasi dengan waktu yang kadangkala mengharuskan kita menyelesaikan semua sendiri. Menjadi independen bukanlah sebuah dosa, hanya saja jika kita memilih untuk -menyendiri- barulah itu sebuah dosa, yang menyalahi kodrat Ilahi.
Sudah tertulis dengan jelas bahwa Manusia diciptakan berpasangan artinya tak hanya antara Hawa dan Adam melainkan berpasangan dengan orang sekitar kita, kalau dalam ilmu sosiologi disebut Makhluk Sosial. Tak selamanya kesendirian itu menyeramkan, bahkan terkadang perlu untuk sendiri supaya mampu melihat batas benar dan salah. Dengan kesendirian akan memberi ruang jeda untuk berfikir lebih jernih, seringkali dalam kesendirian itu akan muncul evaluasi terhadap diri masing - masing.
Siapa aku ? Apakah aku di masa depan ? Apa saja kesalahanku ? Kemana mereka yang kusayangi ? Kenapa pergi ?
Pertanyaan demi pertanyaan akan mengevaluasi dan sedikit banyak memberi pemahaman terhadap diri sendiri. Bahkan jika ingin merasakan secuil kematian menyendirilah, karena pada dasarnya mati itu sendiri, dosa yang ditanggung pun akan dipertanggungjawabkan sendiri, amal dan perbuatan. Untuk siapa ? kalau bukan untuk menyelematkan diri sendiri. Saat masih bocah, kita akan takut jika ditinggal di toilet sendirian, saat beranjak remaja kita akan memimpikan memiliki teman bersandar yang disebut sahabat supaya kita tidak merasa kesepian (sendiri), kebenaran akan suatu hal yang awalnya dianggap mimpi akan tersingkap dan terbukti apakah itu hanya mimpi, harapan atau kenyataan saat kita merenung dalam hening sunyi sendiri.
Kesendirian kita terkadang kita habiskan untuk menyenangkan jiwa yang tertinggal ini, dan melupakan sakit yang tela habis, tapi bagaimana sakit dimasa depan sana, apakah kita terlalu sanggup menerimanya? Jika bicara kesenangan itu, ia hanya sejenak, semua kita paham apa itu sejenak. Lalu apalagi, yang datang hanya kesendirian dan kesendirian, yang sering kita lupakan, ditengah luapan kebersamaan zaman.
Tapi seringkali kensendirian itu menakutkan, siapa yang bangga jika sendiri, kurasa orang itu sudah diatas normal. Ruang kelam itu harus diisi dengan keceriaan dan kemewahan hati dari orang sekitar. Orang tua, teman kantor, teman sekolah, bahkan musuh mampu menghunus kesendirian itu. Ah musuh, tidak tak ada musuh yang ada hanyalah teman yang belum kukenal baik ataupu belum mengenalku baik.
Lalu ?
Lalu jangan coba untuk terus masuk ke jurang gelap itu sendiri, masih ada matahari yang bersinar esok, aku tidak ingin memikirkan sepi ku hari ini. Tak ada salahnya sendiri sebentar, untuk memberi ruang bernafas. Tapi tetap saja aku menyadari sekali lagi, ya sepi sendiri itu menakutkan sangat menakutkan
No comments:
Post a Comment