Wednesday 3 October 2012

Peran sosialisasi dan komunikasi dalam pendidikan berkarakter, Masihkah berlaku ?

Miris melihat berbagai media memberitakan tentang tawuran di kalangan siswa SMA yang notabene seharusnya merupakan teladan bagi siswa siswi jenjang di bawahnya. Namun apa yang terjadi pada kenyataan adalah fakta yang merupakan akibat dari *mungkin* peraturan yang kurang disiplin ataupun sistem yang kurang tepat. Bahkan menurut suatu survei di salah satu media bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kurikulum terpadat di dunia. Menurut saya hasil survei tersebut benar adanya, contohnya bisa dilihat dari adik saya, Pukul 06.00 pagi adik saya sudah harus nge-tem angkutan umum untuk pergi menuju sekolah yang masuk pukul 06.30, dan kasihannya dia harus pulang pukul 14.30 dengan perjalanan dari sekolahnya ke rumah 30 menit, alhasil pukul 15.00 dia baru bisa berleha leha di rumah. Seringkali kantuk melandanya sehingga jadwal belajar di rumah kurang teratur dan sedikit banyak mengorbankan waktu bermainnya. 

Yang saya temui lagi, cerita orangtua dari teman saya yang adiknya masih duduk di kelas 2 SD, mendapati soal ujiannya sudah mirip dengan soal ujian saya waktu kelas 5 SD dulu. Flashback ke masa dulu, saat saya duduk di kelas 2 SD pelajaran PKN / PPKN / Kewarganegaraan yang saya ingat adalah tentang Tenggang Rasa, Budi pekerti, Rela Berkorban yang mencakup etika kehidupan sehari hari, tapi nyata nya sekarang terjadi revolusi yang cukup signifikan, seorang anak yang baru berumur 7- 9 tahun harus dibebani dengan hafalan Undang - Undang Dasar. 

Tergerusnya waktu yang dimiliki para siswa untuk lebih berkreasi dan bersosialisasi menjadi dampak buruk perkembangan mental mereka. Apalagi perkembangan teknologi yang berjalan pesat, ruang sosialisasi antar pelajar pun semakin dibatasi dengan dinding dunia maya yang abstrak, padahal menurut beberapa orang, teknologi mampu mempermudah komunikasi. Ya itu untuk pebisnis, tapi untuk kalangan remaja yang seharusnya bertemu tatap muka untuk lebih dekat dan akrab menurut saya teknologi bukan hal baik. Apalagi saat anak kecil sudah mengenal smartphone, Duh! bisa dibayangkan komunikasi dengan orangtuanya akan terganggu. 

Tawuran yang terjadi di ibukota merupakan percontohan, bahwa ada yang SANGAT salah dengan yang berlaku saat ini. Menanamkan hal positif sejak dini, dengan mengajarkan hal - hal kecil sangat diperlukan, kejujuran, ketulusan, membantu orang lain, tidak pamrih dan lain sebagainya, peran orang tua juga sangat penting. Ini benar - benar sudah masalah serius, tidak bisa ditanggapi dengan remeh. Harusnya ada kerja sama antara guru dan orang tua, kalau belum bisa harusnya ada upaya dari pihak sekolah untuk mempengaruhi siswa yang masih 'belum tercemar' untuk membantu dan ikut serta dalam prosesnya. Cara pembelajaran yang santai, adanya kegiatan organisasi yang mengarah ke kebaikan.

Mengingat dulu saat saya masih duduk di bangku SD - STM, saya selalu minder untuk mengajukan pertanyaan saat ada pelajaran yang tidak saya pahami, seringkali saya tidak suka pada salah satu pelajaran karena cara mengajar gurunya. Tapi ada juga guru yang dengan cara penyampaian yang santai dan selalu menyisipkan nasehat - nasehat yang jarang saya dapatkan dari guru lain. Saat STM pun saya masih menjadi seorang yang minder, namun saya mengerti artinya pertemanan, disiplin dari sebuah organisasi, minder saya pun berkurang, rasa pertemanan dengan siswa lain pun makin erat, ini bisa mengurangi perselisihan antara kami siswa siswi.

Oh sekali lagi komunikasi, sosialisasi, komunikasi, dan sosialisasi... ! Hemm, apa yang bisa saya lakukan yaa untuk membantu mereka yang berpikir bahwa kekerasan adalah jalan satu satunya sementara saya ini bukan guru.. *cita cita terpendam* huf

2 comments:

Related Posts

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...